ANALISIS NOVEL LAYLA MAJNUN
Oleh: Fathurrohman
Universitas Trunojoyo Madura
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
A. PENDAHULUAN
Novel yang akan saya
analisis adalah Layla Majnun karya Syaikh Nizami. Novel ini merupakan novel sastra yang berhasil memadukan tema cinta dan
latar belakang budaya suatu bangsa.
Terpilihnya novel ini karena saya sendiri secara pribadi menyukai jalan
cerita dari novel tersebut. novel
ini unik karena ini bukan lah sastra modern yang tampaknya di baca skimming bisa
kita pahami, membutuhkan suatu kesabaran untuh memahami gaya klasik dalam novel
ini. Tidak hanya gaya bahasanya, tapi cobalah kita resapi tiap-tiap kalimat dan kata per kata tiap halaman. Anda akan
megerti, kenapa karya ini tetap abadi selama berabad-abad. Sastra timur tengah
memang unggul dalam penggunaan diksi, prosa, dan majasnya sehingga bententuk
kisah tragedi yang menyedihkan dan tetap anggun untuk dinikmati.
Kisah cintah Qays dan Laila diceritakan dari mulut ke mulut dalam
bentuk syair. Maka wajar jika kemudian terjadi berbagai versi. Bahkan ada yang
menganggap bahwa kisah Romeo-Juliet diilhami
dari kisah cinta Laila-Majnun ini. Dari situlah timbul ketertarikan untuk menganalisis
novel.
Layla Majnun adalah kisah yang menceritakan
sorang pemuda tampan gagah dan penuh wibawa yang terkenal dikawasan Kabilah
Bani Amir, Jazirah Arab yang bernama Qays. Ia
mencinti seorang wanita dari kabilah lain yang tak kalah terkenalnya, yang
bernama Layla. Mereka menjalani kisah cinta secara sembunyi, karena pada waktu itu
belum waktunya untuk mereka berdua memadu cinta. Seiring berjalannya waktu kisah
cinta itupun akhirnya tak bisa disembunyikan
lagi.semua orang tau kisah cinta mereka, termasuk orang tua Layla. Keluarga
Layla tidak menyetujui hubungan mereka. Bahkan mereka tidak bisa benjumpa satu
sama lain. Semakin hari Qays semakin gelisah bahkan masyarakat yang merasa aneh
melihat tingkah Qays, mereka memanggil Qays dengan panggilan Majnun “Gila”.
Ayah Qays Syed Omri meminang Layla untuk Qays. Namun apa daya, Majnun tetap
berkelakuan seperti orang gila, sehingga orang tua Layla menolak pinangan itu.
Cintanya terhadap Layla, membuat Qays semakin tampak seperti orang
gila secara fisik, kehilangan kemanusiaannya. Ia lebih memilih
binatang-binatang rimba sebagai teman dibandingkan manusia. Meskipun sepasang
kekasih ini tidak bisa bersatu dunia tetapi kematian telah memberikan hadiah
keabadian pada mereka.
B. TEORI STRUKTURALISME
Adapun cara menganalisis novel ini melalui pendekatan strukturalisme.
Pendekatan ini dipandang lebih obyektif karena hanya berdasarkan sastra itu
sendiri. Tanpa campur tangan unsur lain, karya sastra tersebut akan dilihat
sebagaimana cipta estetis (Suwardi, 2011:51 ).
Struktur berasal dari kata structura (bahasa
latin) yang berarti bentuk atau bangunan. Strukturalisme berarti paham mengenai
unsur-unsur yaitu struktur itu sendiri dengan mekanisme antar hubungannya,
Hubungan unsur yang satu dengan yang lainnya, dan hubungan antar unsur dengan
totalitasnya. Strukturalisme sering digunakan oleh peneliti untuk menganalisis
seluruh karya sastra, dimana kita harus memperhatikan unsur-unsur yang
terkandung dalam karya sastra tersebut. Struktur yang membangun sebuah karya
sastra sebagai unsur estetika dalam dunia karya sastra antara lain: alur,
penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat (Ratna, 2004 : 19-94).
Pendekatan strukturalisme
murni hanya berada di seputar karya sastra itu sendiri. Prinsipnya jelas :
analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,
seteliti, sedetail, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua
aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw,
1984:135 ).
Dalam lingkup karya fiksi,
Stanton ( 1965: 11-36, dalam Drs. Tirto Suwondo, Metodologi Penelitian Sastra,
2001:56 ) mendeskripsikan unsur-unsur struktur karya sastra seperti berikut.
Unsur-unsur pembangun struktur terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana
sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri atas alur, tokoh, dan latar; sedangkan
sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa dan suasana,
simbol-simbol, imaji-imaji, dan juga cara-cara pemilihan judul. Di dalam karya
sastra, fungsi sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga
makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.
Oleh karena itu, saya
menganalisis novel Layla Majnun dengan menggunakan
beberapa unsur intrinsik, yaitu : tema, alur, tokoh, penokohan, setting atau
latar, dan sudut pandang. Penjelasannya akan saya sajikan per bagian agar
jelas dan dapat dipahami.
C.
PEMBAHASAN
1.
Tema
Istilah tema menurut
Scharbach ( Aminuddin, 2010:91 ) berasal dari bahasa Latin yang berarti ‘tempat
meletakkan suatu perangkat’. Disebut demikian karena tema adalah ide yang
mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang
dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema utama juga
disebut dengan tema sentral. Yang dimaksud tema sentral adalah tema yang
menjadi pusat seluruh rangkaian peristiwa dalam cerita. Adapun tema lainnya
adalah tema sampingan. Tema sampingan adalah tema-tema lain yang mengiringi
tema senral dalam cerita. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan
pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami
tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses
kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka
telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi
media pemapar tema tersebut.
Pada bagian awal cerita,
dipaparkan tentang gambaran Kabilah Bani Amir yang bertempat di Lembah
Hijaz, Arabia diantara kota Makkah dan Madinah. Tempat dimana
tokoh utama dan tokoh yang lain tinggal. Pemaparan tokoh utama
tidak langsung melalui kalimat, melainkan melalui pendeskripsiannya. Seperti dalam kutipan:
Istri Syed Omri melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan rupawan,
bagai bintang kejora diantara bintang-gemintang dilangit. Kulitnya
kemerah-merahan, rambutnya ikal, matanya sejernih embun pagi, ditambah dengan
lesung pipit di pipinya yang membuat semua orang terpanah. Qays nama bayi itu (Layla Majnun, 2002:5).
Tokoh selanjutnya yaitu Layla. Tokoh layla muncul setelah
pendeskripsian tentang diri Layla. Yaitu gadis yang memiliki paras cantik. Berikut
kutipannya :
Diantara anak-anak dari berbagai kabilah, terlihat seorang gadis
cantik berusia belasan tahun. Wajahnya anggun mempesona, lembut sikapnya, dan
penampilannya amat bersahaja. Gadis itu bersinar cerah seperti matahari pagi,
tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa.
Rambutnya hitam, tebal bergelombang. Gadis yang menjadi buah bibir dan penghias
mimpi itu bernama layla (Layla Majnun, 2002 : 9).
Dari
sinilah cerita cinta dimulai, Qays merasakan pancaran keindahan. Qays
benar-benar jatuh hati pada Layla, sang mawar jelita. Seperti pada
kutipan berikut:
Qays sendiri sejak pertama kali melihat pancaran cahaya keindahan
itu, jiwanya langsung bergetar. Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan
hebatnya, hingga merobohkan sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu. Qays
belum pernah melihat keindahan yang menakjubkan di bumi seperti keindahan paras
Layla (Layla Majnun, 2002:11 ).
Dari pemaparan dua
tokoh yang berperan sangat penting dalam novel ini, maka tema
sentralnya sangat jelas. Tema sentral dari novel Layla Majnnun adalah tentang percintaan yang kental dengan nuansa
religi, yang terjadi di sekitar di
daerah Arab. Dapat kita lihat, dua insan ini
saling jatuh cinta. Cara mereka mencintai juga bernuansa religi, tidak vulgar, namun tampak
secara perlahan.
Dari waktu ke waktu cinta tumbuh subur dan
berbunga harum di dalam taman hati Qays dan Layla. Tetapi jiwa mereka masih
malu-malu, lidah mereka kelu, hingga tiada kata-kata indah merayu yang terucap,
hanya mata mereka yang berbicara. Ketika keduanya pasang mata saling pandang,
maka sabda jiwa mereka tak mampu disembunyikan lagi. Melalui pancaran mata,
jiwa mereka seolah mengatakan tidak ingin berpisah, sembari merasakan
kehangatan cinta (Layla Majnun, 2002:13).
Tema bawaannya
adalah perjuangan cinta seorang pemuda terhadap seorang yang sangat ia cintai, hal ini sangat terlihat pada saat mereka harus
terpisah. Namun Qays tetap bersikeras mencari dimana Layla dipindahkan. Seperti
dalam kutipan dibawah ini:
Qays menjadi gelisah, tak sekejappun ia sanggupkan memejamkan mata.
Jika malam datang, secara
sembunyi-sembunyi Qays meninggalkan rumah, berjalan tak tentu arah, menerobos
semak belukar menuju padang belantara dengan langkah gontai. Ia sedang mencari
sesuatu, namun tak jua bersua yang dicari. Kenangan pada Layla, membuat Qays
tidak peduli segala bahaya yang menghadang (Layla majnun, 2002:17).
Cinta terlarang juga menjadi tema sampingan dalam novel ini, hal ini
terlihat pada saat orang tua Layla mengetahui hubungan mereka berdua, dan orang
tua Layla segera memisahkan mereka berdua. Seperti dalam kutipan dibawah ini:
Angin berhembus
membawa kisah asmara pada keluarga si gadis. Kabar itu bagai arang hitam yang
membuat bani Qhatibiah tersinggung, harga diri mereka ternoda. Bukankah ada
pepatah yang mengatakan lebih baik kehilangan nyawa dari pada menanggung malu?
Lebih baik memutus ruh cinta dari pada terus-menerus menanggung aib. Itulah
yang dipikirkan ayah Laila (Laila Majnun,
2002:15).
Kasih sayang orang tua terhadap anaknya adalah tema sampingan berikutnya,
hal ini terlihat pada saat ayah Qays merasa sedih melihat anaknya bertingkah
aneh, menderita dalam cinta. Dan berusaha mengobati kesedihan putranya “Tak
urung tabiat Qays menjadikan Syed Omri merasa bersedih. Dengan cinta dan kasih
nan tulus seorang ayah, Syed Omri berusaha mengobati kesedihan putranya dengan
memberi nasihat dan menghiburnya” (Layla Majnun, 2002:33).
2.
Alur atau Plot
Alur adalah
sambung-sinambungnya peristiwa berdasarkan sebab akibat. Alur tidak hanya
mengemukakan dan menunjukkan mengapa peristiwa itu terjadi melainkan juga
mengemukakan dan menunjukan akibat peristiwa itu terjadi. Jadi, alur adalah
struktur gerak yang terdapat dalam suatu cerita atau sebuah konstruksi yang
dibuat pengarang yang secara logik dan kronologik saling berkaitan yang
diakibatkan atau dialami pelaku (Luxemburg, 1984 : 149). Setiap karya
sastra tentu saja memunyai kekhususan rangkaian cerita. Namun, ada beberapa
unsur yang ditemukan pada hampir semua cerita. unsur-unsur tersebut merupakan
pola umum alur cerita.
Pola bagian awal adalah
paparan. Paparan itu sendiri adalah penyampaian informasi pada pembaca, disebut
juga eksposisi. Dalam paparan ini, rangkaian peristiwa lebih dominan disajikan
secara kronologis, yaitu urutan peristiwa. Jika dalam penyajian cerita disela
dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya maka cerita tersebut terdapat sorot
balik (flash back). Pola kedua adalah pertikaian, perumitan, dan
klimaks. Pertikaian adalah perselisihan yang timbul akibat adanya dua kekuatan
yang bertentangan. Perkembangan dari gejala pertikaian menuju klimaks cerita
disebut perumitan. Perumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh
dampak dari klimaks.. Pola bagian terkhir adalah peristiwa yang menunjukkan
perkembangan peristiwa ke arah penyelesaian.
Pada umumnya alur itu
dibedakan menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur
yang menyajikan rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu
kejadian, dimulai dari pada masa kini ke masa yang akan datang. Alur mundur
adalah alur yang menyajikan rangkaian peristiwa yang susuannya bertolak ke
belakang, mulai dari masa kini kemudian ke masa lalu. Alur maju mundur adalah
alur yang menyajikan rangkaian peristiwa yang dimulai dari masa kini ke masa
yang akan datang atau sebaliknya. Dan peristiwanya tidak sesuai dengan urutan
waktunya.
Menurut saya, alur yang
digunakan pada novel ini merupakan alur maju. pemaparan
tentang tokoh-tokoh disampaikan di
awal-awal cerita. Tokoh Syed Omri
dideskripsikan diawal cerita, berlanjut dengan pendeskripsian Qays, dan
seterusnya. Berikut kutipannya:
Kutipan 1:
Kabilah Bani
Amir hidup di Lembah Hijaz, Arabia antara
Makkah dan Madinah. Pimpinan kabilah itu adalah lelaki yang sudah uzur bernama
Syed Omri. Walau sudah tua, namun kekuasaan Syed Omri begitu disegani laksana
kekuasaan seorang raja, kata-katanya menjadi sabda dan perintahya adalah titah
yang tak seorangpun berani melawan (Layla Majnun, 2002:1).
Kutipan 2:
Istri Syed Omri melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan rupawan,
bagai bintang kejora diantara bintang-gemintang dilangit. Kulitnya
kemerah-merahan, rambutnya ikal, matanya sejernih embun pagi, ditambah dengan
lesung pipit di pipinya yang membuat semua orang terpanah. Qays nama bayi itu (Layla Majnun, 2002:5).
Setelah itu muncullah pertikaian antara kisah cinta Qays Laila dengan orang tua
Layla. Orang tua Laila tidak menyetujui hubungan mereka, karena
menurut ayah Layla itu merupakan aib keluarga. Berikut Kutipan:
Angin berhembus membawa kisah asmara pada keluarga si gadis. Kabar itu
bagai arang hitam yang membuat bani Qhatibiah tersinggung, harga diri mereka ternoda. Bukankah ada
pepatah yang mengatakan lebih baik kehilangan nyawa dari pada menanggung malu?
Lebih baik memutus ruh cinta dari pada terus-menerus menanggung aib. Itulah
yang dipikirkan ayah Laila (Laila Majnun,
2002:15).
Klimaks pertikaian
terlihat pada saat pasukan Naufal, pembela Majnun menyerang Kabilah Qhatibiah.
Karena pihak Layla menolak pinangan Majnun yang diwakilkan oleh Naufal “Akhirnya
kabilah Qhatibiah menyerah, pasukan naufal memenangkan pertempuran tersebut
dari pihak keluarga Layla, banyak prajurit yang terluka dan berkalang tanah”
(Layla Majnun, 2002: 110). Namun,
meskipun pasukan Naufal menang, ayah Layla tetap tidak menyetujui permintaan
Naufal meminang Layla untuk Majnun. Dan penyelesaian cerita yang tergambarkan, Laila meninggal dunia sedangkan Majnun Masih
menunggunnya. Hingga majnun menyusul Laila. Berikut Kutipan:
Tiba-tiba
Majnun melepaskan pelukannya dari nisan Layla, tangannya tengadah ke atas,
berdoa pada pemilik kehidupan. Semakin lama suara Majnun semakin melemah.
Sayap-sayap kematian telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di
alam keabadian. Gerbang kematian terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan
dunia fana (Layla Majnun, 2002:195).
3.
Tokok dan Penokohan
Aminuddin (2002:79)
menyatakan tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi
sehingga peristiwa itu mampu menjalin cerita. Penokohan adalah pelukisan
mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat
berubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-istiadatnya, dan
sebagainya (suharianto, 1982:3). Jadi dapat disimpulkan bahwa Tokoh dan
penokohan merupakan dua istilah yang sering dijumpai
dalam penelitian sastra, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa sehingga
peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita sedangkan penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Bila ditinjau dari segi
pengarang ada dua metode untuk melukiskan dan memperkenalkan tokoh dan watak, yaitu
:
. Metode langsung yaitu pengarang langsung melukiskan tokoh baik bidang
fisiologi, sosiologi dan psikologi. Metode ini disebut juga metode atau cara
analitik. Metode tak langsung adalah pengarang secara tidak langsung membuat
deskripsi tentang para tokoh. Pembaca mengetahui para tokoh dan perwatakannya
bukan dari keterangan yang diberikan pengarang, tetapi dari hal-hal lain.
Metode ini biasa disebut metode atau cara dramatik.
Saya akan memaparkan
tokoh-tokoh
beserta penokohannnya yang terdapat dalam
novel Layla
Majnun karya Syaikh
Nizami ini.
Qays merupakan tokoh sentral
dalam cerita ini. Dalam novel ini, Qays di gambarkan sebagai tokoh protagonis, yaitu seorang anak yang cerdas, tekun, dan juga
ringan tangan. Berikut kutipannya:
Qays termasuk
anak yang cerdas dan tekun. Ia dapat dengan cepat menerima pelajaran yang
disampaikan oleh sang guru. Ia juga termasuk anak yang mudah bergaul, karena
memiliki kefasihan lidah, dan pandai merangkai kata-kata menjadi syair yang
sangat indah. Dan juga termasuk anak yang ringan tangan, gemar membantu
kawan-kawannya yang ditimpa musibah dan kemalangan (Layla Majnun, 2002:9).
Qays juga digambarkan sebagai sosok yang rela berkorban dan memperjuangkan cintanya. Dalam cerita, pada
saat Layla di pingit, Qays rela pergi dari rumah untuk mencari pengobat hatinya. Berikut kutipannya :
Qays menjadi gelisah, tak sekejappun ia sanggupkan memejamkan mata.
Jika malam datang, secara
sembunyi-sembunyi Qays meninggalkan rumah, berjalan tak tentu arah, menerobos
semak belukar menuju padang belantara dengan langkah gontai. Ia sedang mencari
sesuatu, namun tak jua bersua yang dicari. Kenangan pada Layla, membuat Qays
tidak peduli segala bahaya yang menghadang (Layla majnun, 2002:17).
Tokoh
selanjutnya adalah Syed Omri, penulis memaparkan bahwa Syed Omri adalah tokoh tritagonis, ia seorang pimpinan kabilah, pemipin kaya
raya, wibawa, gagah, dan pemberani. Seperti dalam kutipan berikut:
Walau sudah tua, namun kekuasaan Syed Omri begitu disegani laksana
kekuasaan seorang raja, kata-katanya menjadi sabda, dan perintahnya adalah titah yang tak seorangpun berani melawan.
Demikian besar pengaruh kewibawaan Syed Omri, sehingga namanya tersohor bukan
hanya di negerinya sendiri, tapi sampai ke negeri-negeri lain. Harta
kekayaannya melimpah, bak kekayaan nabi Sulaiman. Meski tujuh turunan menikmati
hasil kekayaannya, niscaya harta itu tidak akan berkurang (Layla Majnun, 2002:2).
Syed
Omri adalah seorang pemimpin yang selalu bersyukur, sabar, dan rendah hati, ia selalu berdoa kepada allah meskipu
keinginannya belum terkabul. sebagaimana
kutipan berikut:
Tuhan, aku selalu memujamu, selalu menyembahmu, tapi mengapa doaku
belum juga engkau kabulkan? Laksana kaum pecinta, air mata ku yang beninng dan
jernih menetes merinduka buah hati nan tidak kunjung jua beri. Ya allah ya tuhanku, engkau adalah ilham dan pemberi
keturunan, hamba memohon kepadaMu hilangkan kepedihan dan kerinduan hamba (Layla Majnun, 2002:3).
Layla
adalah kotoh selanjutnya, di awal pemunculannya.
Tokoh layla
digambarkan oleh pengarang sebagai seorang gadis cantik, sabar, perhatian,
lemah lembut dan tabah. Sehingga Layla
termasuk tokoh protagonis. Sebagaimana
kutipan berikut:
Diantara anak-anak dari berbagai kabilah, terlihat seorang gadis
cantik berusia belasan tahun. Wajahnya anggun mempesona, lembut sikapnya, dan
penampilannya amat bersahaja. Gadis itu bersinar cerah seperti matahari pagi,
tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa.
Rambutnya hitam, tebal bergelombang. Gadis yang menjadi buah bibir dan penghias
mimpi itu bernama layla (Layla Majnun, 2002 : 9).
Tokoh Layla juga memunculkan rasa belas kasih, ketika ia mendengar kabar
yang memilukan tentang pujaan hatinya yaitu Qays. Layla sangat merasakan apa
yang dirasakan Qays “Dengan suara lirih seperti rintihan orang tak berdaya,
Layla berkata, “aku adalah gadis yang selalu bersabar terhadap segala hal yang
menimpa. Namun dalam
cinta, aku tidak mampu bersabar. Kumohon wahai tuan, ceritakan lagi keadaan
Qays” (Layla Majnun, 2002:88).
Tokoh
selanjutnya adalah Ibu Qays. Dalam penokohannya,
ibu Qays digambarkan sebagai ibu yang pengertian terhadap kondisi Qays. Ibu
Qays mengerti apa yang diinginkan putranya, sehinnga ia meminta kepada Suaminya
agar cepat meminang Layla untuk Qays, sehingga menjadi tokoh penengah atau tritagonis.
Berikut kutipannya:
Cinta telah membuatnya buta, hingga semua wajangan tidak bisa masuk ke
telinganya. Ia memang gila. Tapi gila karena cinta. Bila engkau ingin ia sembuh
dan tidak bekelakuan ganjil, maka hanya ada satu cara, seperti api yang akan
menyala bila ada minyak, seperti dedaunan akan bergoyang bila tertiup angin.
Itulah yang harus dilakukan ayah yang budiman. satukan mereka dalam ikatan
cinta, hannya dengan itu kegilaannya
akan terobati (Layla Majnun, 2002 : 34).
Tokoh
selanjutnya adalah Ayah Layla, penokohan yang saya dapat dari tokoh ini adalah,
tokoh ini sangat sensitif dan keras pendiri dan menjadi penentang dalam novel
ini atau antagonis, pada saat Syed Omri datang ke rumah Layla berniat meminang
Layla untuk Qays, namun Ayah Layla tidak menyetujui anaknya menikah dengan
orang tidak waras seperti Qays.
Kutipan 1:
Ayah Layla adalah orang yang keras pendirian. Kata-kata
Syed Omri menyinggung harga dirinya Lalu ia menjawab dengan meninggikan suara,
“jodoh manusia tidak tergantung pada kehendak kita, tapi pada surga, tempat
semua kekuatan, kebenaran dan kejujuran diberikan. Kita hanya bisa berencana
dan mengemukakan alasan, namun suratan takdir yang menentukan (Layla Majnun,
2002:37).
Kutipan
2:
Memang secara lahir anak tuan gagah dan tampan
bagai rembulan, namun penyakit yang ia derita tidak mengkin dapat disembunyika.
Tuan tidak dapat membohongi atau menutup-nutupi kenyataan ini. Dan maaf seribu maaf,
sebaiknya lupakanlah apa yang telah tuan ucapkan, apalah guna berangan-angan,
jika hanya akan menyesatkan akal dan pikira! (Layla Majnun, 2002:37).
Tokoh berikutnya adalah Naufal. Dalam penokohannya, Naufal adalah seorang
Bangsawan yang baik dan termasuk tokoh penengah atau tritagonis. Dialah yang
menolong dan memberikan makanan kepada Qays di tengah padang pasir yang sepi
akan Pemukiman. Berikut kutipannya:
Kemudia ia
meminta pengikutnya untuk mendirikan sebuah tenda dan menyiapkan hidangan untuk
mereka. Buah-buahan segar, anggur manis, dan daging lezat dihidangkan. Naufal
mempersilakan Majnun menikmati hidangan itu, namun Majnun tampak enggan.
Setelah dibujuk dengan mengucapkan nama Layla, barulah Majnu mengambil satu
potong roti (Layla Majnun, 2002:97).
4.
Setting atau Latar
Latar adalah peristiwa
dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki
fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 2010 : 67 ). Setting yang bersifat material
berhubungan dengan tempat, dapat di bumi, di udara, di kota bahkan dapat juga
di dunia angan-angan, pokoknya segala sesuatu yang tampak. Setting yang
bersifat sosiologis berhubungan dengan tempat-tempat dan benda benda yang dapat
menjelaskan/ menjabarkan tentang kehidupan masyarakat di suatu tempat. Setting yang
bersifat psikologis dapat berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan
tertentu yang dapat menuansakan suatu makna serta mampu merangsang emosi
pembaca.
Dalam suatu cerita latar
dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan
waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam,
yaitu: latar tempat; latar waktu; latar sosial; dan latar suasana.
Di dalam novel ini, latar
tempat yang dipaparkan oleh penulis
adalah sebuah kabilah. Yaitu kabilah Hijaz, Arabia di antara makkah dan
Madinah. Hal ini dipaparka oleh penulis diawal cerita “Kabilah Bani Amir hidup
di Lembah Hijaz, Arabia antara Makkah dan Madinah. Pimpinan
kabilah itu adalah lelaki yang sudah uzur bernama Syed Omri” (Layla Majnun, 2002:1).
Sedangkan untuk latar
waktunya, penulis memaparkan bahwa hampir semua cerita terjadi malam hari,
yaitu ketika Qays pergi dari rumah, untuk mencari tambatan hatinya Layla. Ia
menelusuri semak-semak, melewati padang pasir, dan tak takut akan bahaya yang
menghadang. Hanya demi Layla pujaan hatinya, seperti dalam kutipan berikut:
Qays menjadi gelisah, tak sekejappun ia sanggupkan memejamkan mata.
Jika malam datang, secara
sembunyi-sembunyi Qays meninggalkan rumah, berjalan tak tentu arah, menerobos
semak belukar menuju padang belantara dengan langkah gontai. Ia sedang mencari
sesuatu, namun tak jua bersua yang dicari. Kenangan pada Layla, membuat Qays
tidak peduli segala bahaya yang menghadang (Layla majnun, 2002:17).
Untuk latar sosial budaya,
saya rasa dalam novel ini penulis lebih mencondongkan budaya Arabia, karena hal
ini terpapar jelas di bagian awal-awal cerita pada saat Qays dan Layla ketahuan
menjalin kasih. Ayah Layla sangat merasa terhina dan menanggung malu, mungkin
sosial di Arabia seperti itu. Sehingga Layla tidak diperbolehkan lagi untuk
bertemu kawan-kawannya apalagi Qays, kekasihnya. Sebagaimana kutipan berikut:
Angin berhembus membawa kisah asmara pada keluarga si gadis. Kabar itu
bagai arang hitam yang membuat bani Qhatibiah tersinggung, harga diri mereka ternoda. Bukankah ada
pepatah yang mengatakan lebih baik kehilangan nyawa dari pada menanggung malu?
Lebih baik memutus ruh cinta dari pada terus-menerus menanggung aib. Itulah
yang dipikirkan ayah Laila (Laila Majnun,
2002:15).
Mungkin latar sosial
budaya dalam novel ini sama dengan halnya sosial budaya di madura, mereka lebih
baik kehilangan nyawa dari pada harga diri terinjak.
Suasana di dalam cerita ini lebih didominasi dengan suasana mengharukan.
Suasana-suasana yang tampak pada novel ini adalah sedih, mengharukan dan suasana mencekam. Suasana sedih tampak pada Qays dan Layla yang harus
terpisah, mereka dijauhkan karena telah menjalin hubungan, dan hal itu dilarang
menurut adat keluarga Layla “Keputusannya telah bulat, tiada yang bisa
membantah. Hanya ada satu cara yang bisa menghilangkan rasa malu. Yaitu
mengurung Layla di dalam rumah, tidak boleh pergi ke sekolah ataupun berjumpa
dengan kawan-kawannya” (Layla Majnun, 2002:16). Suasana mencekam terlihat
ketika pertarungan antara kabilah Qhatibiah dengan Pasukan Naufal karena ayah
Layla menolak pinangan Majnun, ”pasukan
naufal menyerang dengan semangat menyala, mereka benar-benar pasukan pilih
tanding” (Layla Majnun,2002:108). Suasana mengharukan terasa pada saat kedua
insan yang saling mencinta ini harus meninggal dunia, Layla meninggalkan Qays
terlebih dahulu. Sedangkan Qays menyusul Layla setelah ia tahu bahwaLayla telah
pergi meninggalkannya. berikut kutipannya:
Tiba-tiba majnun melepaskan pelukannya dari nisan Layla, tangannya tengadah
ke atas, berdoa pada pemilik kehidupan. Semakin lama suara Majnun semakin melemah.
Sayap-sayap kematian telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di
alam keabadian. Gerbang kematian terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan
dunia fana (Layla Majnun, 2002:195).
Berdasarkan uraian di
atas, latar memiliki beberapa fungsi, antara lain: 1. Emberikan informasi
situasi cerita yang sebenarnya, 2. Menggambarkan keadaan batin tokoh, 3.
Menciptakan suasana cerita seakan ada dalam kehidupan nyata.
5.
Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara
pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya (
Aminuddin, 2010:90 ). Narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku
cerita. Narrator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi
sebagai pengamat terhadap pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas
tertentu tentang perilaku batiniah para pelaku. Berkebalikan dengan narrator
observer, dalam narrator omniscient pengarang,
meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam hal itu juga merupakan
pengisah atau penutur yang serba tahu meskipun pengisah masih juga menyebut
nama pelaku dengan ia, mereka, maupun dia.
Yang dimaksud sudut
pandang orang pertama adalah cara bercerita di mana tokoh pencerita terlibat
langsung mengalami peritiwa-peristiwa cerita (akuan). Penceritaan akuan
sertaan, penceritaan akuan di mana pencerita menjadi tokoh sentral dalam cerita
tersebut. Pencerita akuan taksertaan, yaitu pencerita akuan di mana pencerita
tidak terlibat menjadi tokoh sentral dalam cerita.
Sedangkan yang dimaksud sudut pandang orang
kedua adalah sudut pandang bercerita dimana tokoh pencerita tidak dalam
peristiwa-peristiwa cerita (diaan). sudut pandang orang ke tiga serba
tahu, penulis tahu segala sesuatu
tentang semua tokoh dan peristiwa dalam cerita. Sudut pandang orang ke tiga
terbatas penulis seolah-olah hanya melaporkan apa yang dilihatnya saja. Penulis
hanya memaparkan atau melukiskan lakuan dramatik yang diamatinya.
Dalam novel fiksi ini,
pengarang menggunakan sudut pandang orang ke tiga terbatas, “Tiba-tiba Majnun
melepaskan pelukannya dari nisan Layla” (Layla Majnun,2002:195).
penulis seolah-olah hanya
melaporkan apa yang dilihatnya saja. Penulis hanya memaparkan atau melukiskan
lakuan dramatik yang diamatinya.
6.
Gaya Bahasa
Bahasa dalam karya sastra
bukan hanya untuk menyampaikan ide atau pendapat pengarang. Juga untuk
mengungkapkan perasaan. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam
memberdayakan bahasa dalam karya sastra adalah dengan menggunakan perbandingan,
penghidupan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan
sebagainya. Itulah sebabnya terkadang dalam karya sastra sering dijumpai
kalimat-kalimat khas, seperti ungkapan, peribahasa, dan gaya bahasa.
Hampir dari semua isi dan hampir disetiap
halaman, gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang adalah bahasa kiasan.
Seperti majas perbandingan, “Mawar bergoyang mewangi, diantara pesona
keindahannya, ia menyimpan duri yang bisa melukai orang yang berusaha mendekat”
(Layla Majnun, 2002:120). Maksud dari
kutipan tesebut, layla memang cantik. Tapi dibalik kecantikan itu, layla tidak
hanya membuat seorang akan merasa senang. Tapi juga bisa membuat seorang sakit
hati padanya. Seperti halnya kutipan berikut, “Tubuh dan wajah majnun yang dulu
bak bulan purnama dengan keharuman bunga lili, kini terbalut debu” (Layla
Majnun, 2002:44). Maksud dari kutipan tersebut, Qays adalah laki-laki tampan,
harum. Tapi kini ketampanannya ditutupi oleh kesedihannya. Dan juga pada
kutipan, “Angin apakah membawa tuan kemari dengan membawa kuda-kuda pilihan dan
rombongan yang gagah perkasa?” (Layla majnun,2002:35).
Sastra timur tengah memang
khas dengan penggunaan bahasa kiasan, seperti beberapa kutipan yang telah saya
paparkan di atas. Namun sastrawan di Indonesia, juga banyak menggunakan
bahasa-bahasa kiasan dalam novelnya. Perbedaannya menurut saya, dalam novel
Layla Majnun ini hampir semua isi novel menggunakan bahasa-bahasa kiasan,
peribahsa dan lain-lain. Menurut saya, novel-novel modern di Indonesia hanya
beberapa saja dalam penggunaan bahasa-bahasa kiasannya, misalnya di bagian
pemaparan tokoh. Beda halnya dengan karya Syaikh Nizami ini. Tiap dialog antar
tokoh, pemaparan tokoh, dan lain-lain. Syaikh Nizami menggunakan bahasa kiasan,
peribahasa, perbandingan, dan lain-lain. Sehingga memiliki keindaha
tersendiri.
7.
Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang
melalui karyanya. Amanat bisa disampaikan secara implisit yaitu dengan cara
memberikan ajaran moral atau tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. Dapat
pula secara eksplisit yaitu dengan meyampaikan seruan, saran, peingatan,
nasihat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita. Amanat
yang bisa di ambil dari novel Layla majnun ini, dalam menghadapi sebuah cobaan
seberat apapun, kita harus tetap semangat bangkit dan tak menyerah
memperjuangkan cinta, karena dunia akan terasa bermuram durja tanpa seorang
kekasih untuk menghiburmu. Seperti halnya Qays memperjuangkan cintanya untuk
Layla. Namun jangan lah membuang waktu kita hanya untuk sesuatu yang tidak
emungkinkan untuk kita dapatnya.
Bertingkahlah sopan, karena jika anda
dihormati orang lain maka hormatilah orang. Jangan sampai menyakitkan hati
orang lain
Memang secara lahir anak tuan gagah dan tampan
bagai rembulan, namun penyakit yang ia derita tidak mengkin dapat disembunyika.
Tuan tidak dapat membohongi atau menutup-nutupi kenyataan ini. Dan maaf seribu
maaf, sebaiknya lupakanlah apa yang telah tuan ucapkan, apalah guna
berangan-angan, jika hanya akan menyesatkan akal dan pikiran! (Layla Majnun,
2002:37).
D.
PENUTUP
Dari analisis novel yang
telah saya paparkan diatas, maka dapat saya simpulkan bahwa,
Tema dari novel Layla Majnun adalah
tentang percintaan yang kental dengan nuansa religi, yang terjadi di sekitar
Timur Tengah. Dapat kita lihat, Cara mereka mencintai juga bernuansa religi,
tidak vulgar, namun tampak secara perlahan. Alur yang digunakan pada novel ini
merupakan alur maju. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam laila majnun adalah
Qays, Layla, syed Omri, ibu Qays, Naufal, Ayah layla.
Latar ini ada tiga macam,
yaitu: latar tempat; latar waktu; soial budaya; dan latar suasana. Latar tempat
di Arabia, latar waktu malam hari, latar sosial budaya Timur tengah, dan latar
suasana yang hampir mendominasi suasana mengharukan.
Gaya bahas yang digunakan
penulis adalah bahasa kiasan, perbandingan, dan peribahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Nizami, Syaikh. 2002. Layla Majnun. Yogyakrta: NAVILA
Sulaiman . 2012.KAJIAN
KESASTRAAN persoalan peta Sastra Indonesia hingga Sastra Anak. Surabaya: Pustaka
Radja.
Bahasa Indonesia Kontekstual .2013.surabaya: Tim MKU Bahasa Indonesia Universitas Trunojoyo Madura
Anonim. Memperkenalkan Tokoh Watak, (Online), (http://memperkenal-kan-tokoh-watak.-123337/4756.pdf , diakses pada 25 April 2014 )
Anakunhas. teori strukturalisme sastra dan
tokoh-tokoh pencetusnya, (Online), (http:// teori strukturalisme sastra dan
tokoh-tokoh pencetusnya _ Anakunhas.htm, diakses pada 25 April 2014)
Junus, Umar. Strukturalisme dari Segi Sastera,
(Online), (http://Strukturalisme_dari_Segi_Sastera_UM.pdf, diakses pada 25 April 2014)
0 komentar:
Posting Komentar